.
.

Download Film Gratis: The Bag Man + Subtitle Indonesia

Senin, 31 Maret 2014

Download Film Gratis - The Bag Man + Subtitle Indonesia



Source: BRRip
Released: 20 March 2014 (Macedonia)
Country: Bahamas | USA
Language: English
Genre: Crime | Drama | Thriller
Director: David Grovic
Writers: David Grovic, Paul Conway
Starcast: John Cusack, Rebecca Da Costa, Robert De Niro










Preeview

"The Bag Man" mengisahkan seorang pria bernama Jack (John Cusack), dia pria yang tangguh tapi memiliki nasib buruk. Kini dia mendapatkan sebuah pekerjaan dari seorang bos penjahat yang terkenal bernama Dragna (Robert De Niro). Jack hanya mendapatkan sebuah pekerjaan mudah untuk mengantar sebuah tas dari suatu tempat untuk diberikan ke Dragna.

Setelah mendapatkan tas itu, Jack harus menunggu Dragna di sebuah motel yang telah ditentukan. Disana Jack bertemu seorang wanita bernama Rivka (Rebecca Da Costa), Rivka yang merasa terancam meminta bantuan Jack untuk bersembunyi.


Keadaan semakin kacau ketika Dragna mengira bahwa Jack telah melihat isi tas itu dan mengingkari kontrak pekerjaannya. Jack yang menerima berbagai ancaman harus berusaha untuk tetap hidup dan bisa mengembalikan tas itu serta mendapatkan uang pembayarannya.


Trailer





Download Film Nya

Download Now

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

Alternatif: Link 1 - Link 2
File Format: mp4
Resolusi: 640x272
Durasi: 1 Jam - 48 Menit - 34 Detik
Ukuran: 234 mb


Download Subtitle Nya

Download Now

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

Bahasa: Indonesia
Format : SUB & SRT
Subtitle By: Phetel Batlow

Download Film Gratis: 300: Rise of an Empire + Subtitle Indonesia

Download Film Gratis - 300: Rise of an Empire + Subtitle Indonesia



Source: WEBRip
Released: 7 March 2014 (USA)
Country: USA
Language: English
Genre: Action | Drama | War
Director:  Noam Murro
Writers: Zack Snyder (screenplay), Kurt Johnstad (screenplay),
Starcast: Sullivan Stapleton, Eva Green, Lena Headey











Preview

This is Sparta!!! Apa yang ada dipikiran anda ketika mendengar kalimat itu? Seorang pria yang bermimpi menjadi Superman namun sayangnya hanya punya celana dalam dan tak bisa melindungi kumpulan otot miliknya? Tidak hanya itu, namun sebuah kalimat sederhana dari para pria dengan perawakan kekar yang bukan hanya mampu menunjukkan semangat mereka, namun juga sanggup membuat kita sebagai penonton mengangkat tangan dan berteriak “ahoo, ahoo, ahoo.” Ia tidak megah, namun 300 punya keunikan yang menjadikannya sebagai sebuah kenangan.  Kemasan past, present, dan future dari 300 ini tidak punya hal tersebut, 300: Rise of an Empire, it’s about scream, blood, slow motion, and abs!!! Without dignity. Oh, also British who fight for Greece!!! Bland. Borefest.

Sepuluh tahun sebelum kejadian di 300, seorang jenderal perang Athena, Themistocles (Sullivan Stapleton) berupaya untuk melindungi negerinya dari serangan pertama bangsa Persia. Kesuksesan berhasil ia raih, namun disisi lain justru ikut pula menjadikannya sebagai sosok yang dibenci karena telah membunuh King Darius I (Yigal Naor).

Aksi tersebut otomatis melahirkan misi balas dendam dari putra Darius I, Xerxes (Rodrigo Santoro) yang bertekad untuk memberikan bayaran setimpal pada Themistocles atas tindakan yang ia lakukan tersebut, dan mendeklarasikan perang terhadap Yunani.

Namun masalah bagi Themistocles tidak berhenti sampai disitu. Pada saat itu Kerajaan Persia sedang berada di puncak kejayaannya, bahkan sekutu Yunani telah menolak untuk bergabung dan memutuskan untuk mundur ketimbang harus merelakan banyak nyawa menyusul King Leonidas (Gerard Butler) yang kala itu bersama 300 pasukannya kalah dari Persia.

Tapi ternyata Themistocles punya rencana lain, menggunakan laut sebagai jalur untuk melakukan serangan, yang celakanya dengan jumlah dan tentara dan teknologi yang sedikit lebih baik telah berada di kendali seorang wanita bernama Artemisia (Eva Green).

Apakah pertanyaan dengan inti seperti ini mampir di pikiran anda: “Oh, ada lanjutannya? Bukannya sudah selesai ya? Kan Leonidas sudah mati.” Nah itu dia, tujuh tahun yang lalu 300 sudah ditutup dengan sangat jelas tanpa meninggalkan pertanyaan, lantas apa misi film ini? To get your money. Simple. Tidak dapat dipungkiri walaupun dangkal 300 punya style yang masih meninggalkan memori manis di ingatan penontonnya, dan hal tersebut sayangnya juga terlalu manis untuk ditinggalkan begitu saja oleh para produser film tersebut, termasuk di dalamnya Zack Snyder yang kini menjabat sebagai produser.

Masih ada potensi yang dapat dimanfaatkan, so, ambil resiko dan coba bentuk kembali, tidak peduli jika pada akhirnya ini akan terasa seperti kurang penting. Bukan hanya kurang penting, namun juga dipaksa. Tidak perlu waktu lama penonton akan dengan mudah merasakan bagaimana besarnya ambisi untuk menjadikan ini sebagai pintu pembuka sebuah senjata pengeruk uang yang menjanjikan, masa lalu, masa kini, dan masa depan, ketiganya coba dikombinasikan kedalam durasi 100 menit-an dengan bantuan narasi yang secara konsisten terus berusaha keras memaparkan struktur cerita, namun celakanya tidak mampu menjadikan kisah ini semakin jelas dan tajam.

Dari pondasi saja ia sudah salah, karena kita tahu ini merupakan tipe style over substance, so at least harus ada bekal yang menarik pada sisi cerita, dan 300: Rise of an Empire tidak mampu memberikan itu. Tidak hanya itu, 300: Rise of an Empire sebenarnya juga tidak menaruh respect pada penontonnya. Dari segi teknis ini sama persis dengan apa yang pernah dilakukan oleh 300 ditangan Zack Snyder, tujuh tahun lalu.

Kurang begitu yakin apakah keputusan untuk bermain di formula yang sama persis itu adalah sebuah tindakan percobaan dengan dua opsi, kembali berhasil atau gagal, atau justru Noam Murro, Zack Snyder, dan Kurt Johnstad beranggapan bahwa penonton tidak mengalami perkembangan pada standard yang mereka miliki selama lebih dari setengah dekade ini.

It’s like mocking with audience, terus bergerak cepat dengan berpindah dari satu pertempuran ke pertempuran lain tanpa peduli dengan detail kecil yang penting baik itu pada karakter dan cerita yang tidak berkembang. Dimana anda dapat merasakan hal tersebut? Lihat saja pada penggunaan slow motion yang sangat berlebihan. Meskipun tidak dapat dipungkiri dalam skala minor di beberapa bagian mereka berhasil tampil memikat, namun merupakan kesalahan besar membangun sebuah segmen yang menuntut tensi dan emosi dengan menggunakan karakter tak bernyawa.

Hal tersebut yang menjadikan ini terasa hambar, beberapa pengulangan yang ia hadirkan menjadi monoton dan menjemukan, terutama pada pergeseran speed dari normal ke slow-mo dan sebaliknya yang dibentuk oleh Noam Murro seperti sesuka hati tanpa pertimbangan. Jatuhnya ini annoying, dan semakin parah ketika setelah menghadirkan sikap kurang peduli tadi ia justru dengan penuh percaya tetap terus berupaya agar dapat tampil kompleks.

Sulit untuk menampik ini, namun ada rasa rindu pada 300 yang hadir ketika menyaksikan film ini. Dangkal, sederhana, namun ada simpati dan power dari pria-pria yang memperjuangkan kehormatan mereka dan rela mati demi negara itu. Film ini sebaliknya, jauh lebih dangkal namun uniknya terus berupaya agar dapat tampil kompleks, lebih tampak seperti kompilasi momen-momen membosankan dari serial-tv Spartacus, dengan konsisten terus mengemis atensi lewat sensasi pada visual yang sayangnya perlahan memberikan rasa jenuh.

Alur yang kacau berisikan karakter yang kosong dengan nyawa yang lemah, ini semakin rusak ketika ia juga tidak memberikan unsur fun didalamnya, minim humor yang mungkin saja dapat memberi nafas segar dibalik suguhan monoton yang kerap kehilangan fokusnya itu.

Divisi akting juga menjadi sumber utama kacaunya film ini. Bukan hanya minim, beberapa diantara mereka bahkan nihil emosi, dan menyebabkan permasalahan dan perjuangan yang akan mereka hadapi menjadi kurang memiliki arti yang kuat. Sullivan Stapleton menjadi tombak utama yang sayangnya sangat tumpul, lebih sering terlihat kosong dan jauh dari kesan heroik, kekurangan power, tidak memiliki karisma dan wibawa dari seorang pemimpin.

Yang mengejutkan justru datang dari Eva Green, wanita yang seperti telah terlahir dengan memiliki daya seduktif sangat besar, dan hal tersebut mampu ia manfaatkan untuk mendukung perannya sebagai sosok antagonis dengan karakter yang dingin namun penuh semangat.


Overall, 300: Rise of an Empire adalah film yang tidak memuaskan. Nilai positif yang dimiliki film ini mungkin hanya terletak pada adegan aksi visual yang tidak dapat dipungkiri beberapa diantaranya mampu tampil dengan cukup baik, karena selain itu 300: Rise of an Empire hanya berisikan kekacauan dari perang yang sejak awal sudah sangat lemah dari cerita dan karakter namun hingga akhir tidak pernah berhenti mencoba agar dapat terlihat megah dan kompleks dengan menghadirkan berbagai elemen sebuah film style over substance yang sayangnya dikemas terlalu overdo.

sumber: http://rorypnm.blogspot.com/2014/03/movie-review-300-rise-of-empire-2014.html



Trailer






Download Film Nya

Download Now

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

Alternatif: Link 1 - Link 2
File Format: mp4
Resolusi: 640x266
Durasi: 1 Jam - 43 Menit - 00 Detik
Ukuran: 222 mb


Download Subtitle Nya

Download Now

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

Bahasa: Indonesia
Format : SUB & SRT
Subtitle By: Pein Akatsuki

Download Film Gratis: The Legend of Hercules + Subtitle Indonesia

Download Film Gratis - The Legend of Hercules + Subtitle Indonesia


Source: DVDRip
Released: 10 January 2014 (USA)
Country: USA
Language: English
Genre: Action | Adventure
Director:  Renny Harlin
Writers: Sean Hood, Daniel Giat
Starcast:  Kellan Lutz, Gaia Weiss, Scott Adkins











Review

Merasa tidak familiar dengan nama sutradara Renny Harlin? Cukup wajar. Meskipun pernah menghasilkan film-film peraih sukses komersial besar seperti Die Hard 2 (1990) dan Cliffhanger (1993), nama Harlin secara perlahan mulai tenggelam setelah film Cutthroat Island (1995) yang ia arahkan gagal meraih kesuksesan ketika dirilis di pasaran dan bahkan sempat meraih gelar sebagai film dengan kegagalan komersial terbesar sepanjang masa.

Harlin sendiri bukannya berhenti menjadi seorang sutradara setelah kegagalan tersebut. Ia masih aktif mengarahkan banyak film layar lebar seperti Deep Blue Sea (1999), The Covenant (2006) dan 12 Rounds (2009) serta beberapa episode serial televisi popular seperti Burn Notice, White Collar dan Covert Affairs meskipun tak satupun diantara kerja kerasnya tersebut mampu mengkatrol kembali nama besarnya di industri film Hollywood.

Film terbaru arahan Harlin, The Legend of Hercules, sayangnya masih belum akan memberikan reputasi yang lebih baik bagi kemampuan sutradara berkewarganegaraan Finlandia tersebut dalam mengarahkan film-filmnya. Dengan naskah yang ditulis oleh Harlin bersama dengan tiga penulis naskah lainnya, Daniel Giat, Giulio Steve dan Sean Hood, The Legend of Hercules terasa sebagai sebuah versi imitasi murahan dari naskah cerita Gladiator (2000) yang disajikan dengan sentuhan tampilan visual a la 300 (2006).

Bukan sebuah presentasi yang benar-benar buruk secara keseluruhan. Namun, jika dibandingkan dengan betapa bervariasinya kisah petualangan dari karakter manusia setengah dewa asal Yunani tersebut, adalah cukup mengecewakan untuk melihat Harlin lebih memilih untuk menyusun dan mengeksekusi The Legend of Hercules menjadi sebuah film drama aksi yang tampil begitu datar dalam penceritaannya.

Meskipun mengisahkan mengenai sesosok karakter yang kisah kehidupannya mungkin telah terasa begitu familiar bagi banyak orang, The Legend of Hercules sendiri menawarkan jalinan cerita yang cukup berbeda mengenai Hercules. Kisahnya dimulai ketika Queen Alcmene (Roxanne McKee), yang telah merasa begitu membenci suaminya, King Amphitryon (Scott Adkins), akibat kegemarannya untuk berperang, kemudian meminta pada Dewi Hera agar diberikan petunjuk bagaimana cara menghentikan kebiasaan buruk suaminya tersebut.

Tanpa diduga, Dewi Hera kemudian muncul dan mengungkapkan bahwa Queen Alcmene telah dipilih untuk mengandung anak Dewa Zeus yang nantinya akan menjadi sosok yang membawa perdamaian di muka Bumi. Oleh Dewi Hera anak tersebut dinamai sebagai Hercules.

Dua puluh tahun kemudian, Hercules – yang dinamai Alcides oleh King Amphitryon – tumbuh menjadi seorang pemuda gagah yang tampan (Kellan Lutz). Ia menjalin cinta dengan Princess Hebe (Gaia Weiss). Namun, hubungan itu sendiri tidak begitu disukai oleh King Amphitryon karena sang Raja lebih memilih agar Princess Hebe dapat menikahi putera tertuanya, Iphicles (Liam Garrigan).

Untuk memisahkan Hercules dari Princess Hebe, King Amphitryon kemudian mengirimkan Hercules ke medan perang bersama General Sotins (Liam McIntyre). Akibat kurangnya jumlah pasukan yang dikirimkan bersama mereka, Hercules dan General Sotins mengalami kekalahan dan kemudian dipekerjakan sebagai budak.

Mengetahui bahwa Hercules tidak akan kembali lagi, King Amphitryon segera saja menjodohkan Princess Hebe dengan Iphicles dan berencana untuk segera menikahkan mereka. Tentu saja, proses tersebut tidak akan berjalan dengan lancar karena Hercules terus berusaha untuk kembali dan merebut Princess Hebe sekaligus menyudahi ketidakadilan King Amphitryon dalam setiap tindakannya.

Baiklah. Kebanyakan penonton yang memilih untuk menyaksikan The Legend of Hercules mungkin tidak begitu mengharapkan sebuah film yang mengandalkan kualitas cerita maupun tampilan akting yang berkelas. Pada beberapa bagian, Renny Harlin memang mampu menghadirkan tampilan visual yang cukup memuaskan, khususnya yang melibatkan hadirnya adegan aksi yang mampu memacu adrenalin.

Keputusan Harlin untuk mengadirkan penceritaan The Legend of Hercules dalam ritme penceritaan yang cukup cepat juga terbukti berhasil membuat film ini masih mampu menghibur penontonnya. Namun, ketika Harlin terus menghadirkan adegan-adegan aksi tersbeut dalam tampilan yang serupa secara terus menerus, The Legend of Hercules tidak terhindarkan dari atmosfer penceritaan yang terasa begitu monoton.

Let’s talk about Kellan Lutz. Pemilihan Lutz untuk memerankan karakter Hercules jelas terasa masuk akal karena… well… aktor yang popular lewat seri film The Twilight Saga (2008 – 2012) tersebut memiliki penampilan fisik (dan otot) yang sangat mendukung. Sayangnya, untuk penampilan akting, Lutz tampil begitu datar. Penampilan tersebut tidak akan menimbulkan banyak masalah ketika Lutz hanya dihadirkan sebagai sesosok pemeran pendukung seperti dalam The Twilight Saga. Namun untuk ditempatkan sebagai karakter utama yang hadir hampir di keseluruhan adegan film, Lutz tidak memiliki kharisma yang kuat untuk mampu membuat penonton merasa tertarik dengan kehadiran karakter yang ia perankan. Lutz tidak sendirian. Kecuali Liam McIntyre dan Scott Adkins yang hadir cukup mengesankan, hampir seluruh pengisi departemen akting The Legend of Hercules hadir dalam kapasitas akting yang serupa dengan Lutz.

Terlepas dari premis yang berusaha untuk menghadirkan sebuah presentasi film yang menawarkan deretan adegan aksi yang memikat, The Legend of Hercules tampil terlalu datar untuk mampu menarik perhatian para penontonnya akibat penggalian cerita dan karakter yang terasa terlalu datar.


Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, Renny Harlin berhasil menutupi beberapa kelemahan ceritanya dengan mengeksekusi The Legend of Hercules melalui ritme penceritaan yang berjalan cepat sekaligus menghadirkan beberapa adegan aksi yang tergarap dengan baik dari sisi tampilan visualnya. Tidak sepenuhnya buruk namun jelas masih terasa mengecewakan akibat banyaknya potensi cerita film ini yang gagal untuk dikembangkan dengan baik.

Sumber: http://amiratthemovies.wordpress.com/2014/02/02/review-the-legend-of-hercules-2014/



Trailer






Download Film Nya

Download Now Part 1
Download Now Part 2

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

Alternatif: Part 1 - Part 2
File Format: AVI
Resolusi: 384x218
Durasi: 1 Jam - 34 Menit - 21 Detik

Ukuran: 123 mb


Download Subtitle Nya

Download Now

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

File Format: SRT & SUB
Bahasa: Indonesia

Download Film Gratis: The Wolf Of Wall Street + Subtitle Indonesia

Sabtu, 29 Maret 2014

Download Film Gratis - The Wolf of Wall Street + Subtitle Indonesia


Source: BRRip
Released: 2013
Country: USA
Language: English
Genre: Biografi, Comedy, Crime, Drama
Director:  Martin Scorsese
Writers: Terence Winter (screenplay), Jordan Belfort (book)
Starcast: Leonardo DiCaprio, Jonah Hill, Margot Robbi










Review


Jadi ini dia kolaborasi kelima antara Martin Scorsese dan Leonardo DiCaprio yang terakhir kali berduet di tahun 2010 lalu dalam Shutter Island. Kali ini mereka kembali dalam adaptasi memoir milik Jordan Belfort yang berjudul sama. Jordan Belfort sendiri adalah mantan pialang saham sukses yang dijuluki The Wolf of Wall Street dan kini dikenal sebagai seorang motivator.

DiCaprio yang memerankan Belfort memang bakal menjadi sorotan utama, namun film ini tidak hanya memiliki DiCaprio. Ada Matthew McConaughey yang kini tengah berada di puncak karirnya dan digadang-gadang menjadi calon kuat pemenang Oscar tahun ini bersaing dengan DiCaprio sendiri, ada Jonah Hill yang perlahan mulai membuktikan bahwa dia tidak hanya bisa bermain dalam komedi-komedi jorok, ada Jean Dujardin sang aktor terbaik Oscar tahun 2012 lalu, hingga Kyle Chandler yang tengah kebanjiran peran dalam film-film bagus macam Argo, Zero Dark Thirty hingga The Spectacular Now.

Filmnya sendiri sempat mengundang kontroversi saat dirilis akibat banyaknya adegan seks, penggunaan kokain, dialog penuh sumpah serapah, bahkan penggunaan hewan dalam filmnya sempat mengundang kontroversi dari banyak organisasi pecinta hewan. Dengan durasi hampir tiga jam (179 menit) nampaknya The Wolf of Wall Street akan jadi kolaborasi tergila Scorsese-DiCaprio.

Jordan Belfort (Leonardo DiCaprio) mengawali karirnya di Wall Street dengan bekerja untuk firma milik Mark Hanna (Matthew McConaughey). Lewat bimbingan Mark, Jordan mulai belajar menjadi pialang saham yang "baik" lengkap dengan gaya hidup hedonism penuh kokain dan seks seperti yang diajarkan sang mentor.

Setelah peristiwa Black Monday yang mengejutkan dunia saham termasuk membuat bangkrut tempatnya bekerja, Jordan pindah ke sebuah perusahaan bisnis penny stocks di sebuah kota kecil di Long Island. Berkat bekal dan bakatnya merayu dengan tipuan licik pada para klien, perlahan Jordan pun meraup sukses disana.

Tidak lama, bersama dengan teman barunya Donnie Azoff (Jonah Hill) Jordan membuka perusahaan kecil-kecilan yang dinamai Stratton Oakmont. Dengan mempekerjakan beberapa teman Jordan yang lebih banyak berurusan dengan marijuana daripada saham, mereka pun memulai usaha mereka dari nol. Tidak butuh waktu lama hingga akhirnya Stratton Oakmont menjadi perusahaan besar yang mempunyai banyak karyawan. Tentunya semua itu berasal dari kelihaian mereka untuk merayu dan akhirnya "membuang" para klien yang sudah berinvestasi.

Keserakahan Jordan membuatnya tidak tahu bagaimana mengontrol diri. Kehidupannya semakin liar dengan kokain dan seks tidak terkontrol, bahkan ia berselingkuh dan akhirnya menikah dengan Naomi Lapaglia (Margot Robbie). Semuanya lancar sampai seorang agen FBI Patrick Denham (Kyle Chandler) mulai curiga dan menyelidiki perusahaan tersebut.

Kisahnya memang berada di seputaran wall street, bisnis saham, serta tipu menipu dalam hal perekonomian, namun jangan khawatir anda akan tersesat dalam berbagai istilah ekonomi yang membuat pusing orang awam. Naskah yang ditulis oleh Terence Winter berbaik hati untuk tidak banyak bermain dengan istilah asing tersebut dan jikapun ada semuanya akan dijelaskan sejelas mungkin. Scorsese dan Winter tahu benar hal tersebut, bahkan di sebuah adegan Leonardo DiCaprio berbicara pada penonton (breaking the fourth wall) dan berkata bahwa ia memahami bahwa percuma membawa berbagai istilah cerdas tersebut karena toh penonton akan menjadi pusing dan malah kesulitan menikmati filmnya.

Lagipula The Wolf of Wall Street memang bukanlah berfokus pada intrik sahamnya, melainkan kepada segala keliaran dan gaya hidup gila yang dijalani oleh para karakternya. Akan ada banyak kokain yang dihisap, pelacur yang diajak berhubungan seks kapan pun dimana pun, akan banyak orang teler yang perilakunya tidak terkendali disini. Ini adalah satir penuh komedi hitam dari Scorsese tentang mereka yang menganut pola hidup hedonisme dan punya uang berlebih dan (literally) membuang-buang uang yang mereka punya. Rasanya sah-sah saja jika menyebut film ini gila dilihat dari konten yang ada termasuk kuantitas konten tersebut. Kekacauan terjadi dimana-mana hingga pesta pora yang bising dan gila terjadi di dalam ruang kerja adalah contoh kekacauan dalam film ini.

Filmnya memang kacau, ceritanya kacau, karakternya pun kacau tapi semua kekacauan itu dalam konteks kualitas film yang positif. Meski membuat film penuh kekacauan dan karakter yang hidupnya kacau balau, Scorsese mampu mengemas film ini dengan begitu baik lewat penceritaan yang enak diikuti dan sama sekali tidak membosankan meski mendekati durasi tiga jam. Anda akan dibuat terkejut bahkan tertawa melihat bagaimana kegilaan setiap karakternya. Perilaku gila dan tidak terkontrol yang semuanya dipicu oleh keserakahan, kelicikan dan kepuasan akan uang serta kemewahan yang tidak pernah terpenuhi. Cara Scorsese menggambarkan semua itu sekilas memang terlihat berlebihan namun memang film ini berkisah tentang segala sesuatu yang berlebihan.

Temponya berjalan cepat, secepat kesuksesan yang diraih oleh Jordan dan teman-temannya. Sama cepatnya juga dengan bagaimana mereka menghancurkan diri mereka lewat segala kegilaan dan keserakahan tersebut. Ini juga adalah studi tentang bagaimana seseorang menghancurkan hidup mereka karena tidak mampu mengontrol diri. Akting dari para pemainnya memuaskan. Leonardo DiCaprio sudah terbiasa menjadi orang gila, namun aktingnya disini adalah yang paling gila.

Disini dia teler, bertingkah liar, berteriak sepanjang waktu, punya adiksi akan narkoba, seks dan tentunya uang. Namun totalitasnya membuat apa yang dia tampilkan tidak hanya berakhir sebagai sebuah performa konyol yang asal gila. Kedalaman yang dia berikan pada sosok Jordan Belfort menjadi sebuah studi yang sempurna akan kegilaan yang muncul akibat keserakahan dan kontrol diri yang buruk pada seseorang. Jonah Hill pun mengulangi penampilan bagusnya dengan memberikan kegilaan yang sering dia berikan dalam komedi-komedi joroknya.
sumber: http://movfreak.blogspot.com/2014/01/the-wolf-of-wall-street-2013.html



Trailer The Wolf of Wall Street




Download Film nya

Download Now

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

Alternatif:Alternatif 1 alternatif 2
File Format: MP4
Resolusi: 640x270
Durasi: 02:59 Menit
Ukuran: 391



Download Subtitle nya


Download Now

Download Film Lebih Cepat dengan UCWEB klik!

File Format: Srt & Sub
Bahasa: Indonesia